Friday, December 08, 2006

selamat pagi Tuhan....

pagi ini aku sedikit baikan, lebih lega, karena seharian kemarin aku babak belur dengan kesalahan. juga setelah Engkau beri pelajaran yang cukup mengguncangkan kembali kepercayaan diriku. terima kasih Tuhan, aku masih diberi kesempatan untuk memperbaiki hari-hariku. juga aku pun memohon maaf serta ampun sedalam-dalamnya karena banyak fungsi ajaib dari bagian tubuhku tak kupergunakan dengan baik. apalagi fungsi otak yang kau karuniakan sejak aku terlahir ke bumi ini, belum pernah kupergunakan pada hal yang bermanfaat. aku yakin Kau pun murka atas semuanya.

Tuhan....sekali lagi Kau tunjukkan betapa bodohnya aku ini, dihadapan dunia ini dan mereka yang merupakan segelintir kebesaranMu. Kau-pun telah bukakan mataku betapa angkuhnya aku dengan kebodohan itu, aku masih merasa hebat, padahal aku bukan apa-apa, aku kecil dihadapanMu, kotor lagi hina.

tapi..tunggu dulu...bukankah sudah sering seperti ini kan? ya, aku ingat betul kalau kau sebenarnya bukan sekali dua kali mengingatkanku bahkan berkali-kali. anehnya kenapa tak kunjung ada perbaikan... jangan-jangan hatiku ini sudah keras dan membatu? dan parahnya lagi Engkau tahu persis kalau aku sering menghianatiMU dan aku menyesalinya kalau ada perlunya saja, kalau ada maunya.

kutunggu jawabanMu Tuhan... serta cantumkan pula tata cara memperbaikinya serta berikan juga aturan pemakaian pada perjalanan selanjutnya. biar aku tak tersesat untuk kesekian kalinya. kan kata orang-orang kalau hanya keledai yang jatuh pada lubang yang sama.

jujur saja sebenarnya aku malu di hadapanMu. karena aku benar-benar telanjang di depanMu. tak ada yang bisa kusembunyikan, semuanya terkuak di depanMU. mana bisa aku berpura-pura walaupun sering kau temukan aku dalam keadaan mencuri tulang didepanMU. aku telah berkali-kali munafik dalam ibadahku. Engkau-pun paham betul bagaimana tabiatku, kalau kata GUS MUS, aku malu didepan keramaian, menjadi orang suci didepan manusia tapi seketika aku menjadi buas saat berdua denganMU.

ada satu lagi pertanyaanku, kenapa rasa takutku ini belum pernah kualamatkan padaMU? banyak hal yang kutakutkan di bumiMu ini, yang artinya semua adalah kepunyaanMu. tapi Engkau sendiri yang Empunya belum pernah sedetik pun kutakuti. sebenarnya manusia apa aku ini? butakah? keras hatikah?

Tuhan....tapi dari semua yang kutakutkan ada satu yang paling mengerikan bila itu terjadi, bila Kau sudah enggan mencurahkan kasih sayangMu, Engkau tak ingin lagi memberi ridhoMu, Kau sudah jenuh dengan kelakuanku. kalau sudah begitu apalah dayaku selain aku menyesal seumur hidupku. Jangan Tuhan, berilah sekali lagi kesempatan yang entah akan kugunakan baik-baik atau akan ku sia-siakan lagi. ambil semuanya tapi sisakan sedikit cintaMU. biarlah walau hanya dengan sisa-sisa ketuhananMU aku tetap begitu bahagianya.

ya....ada satu yang aku lupa justru aku belum lagi menghitung-hitung entah berapa sudah pemberianMU yang dengan rakus aku melahapnya di depanMU, malah aku sambil memakiMU. Tuhan intinya aku malu atas semua yang telah terjadi. apalagi kalau Kau akan bertanya, “nikmat manalagi yang kau ingkari?”... jawaban apa yang kupunya, bagaimana aku bertanggungjawab atas segalanya? padahal aku tidak punya apa-apa, aku bodoh. harus dimana kusembunyikan wakafMU dalam seluruh tubuhku ini yang telah aku rusakkan sendiri. aku tau jawabannya, aku ini manusia tidak tahu diri, manusia yang tidak tahu diuntung... Tuhan......semoga hari ini setiap hembusan nafas, setiap detik, setiap denyutan jantung ini dapat terbayar dengan sesuatu walau tak berharga di depanMU. biarkan aku berjalan menujuMU tanpa sedikitpun rasa angkuh. perkenankan aku memperbaiki semuanya. lembutkan hati ini untuk menerima semua petunjukMU, dan gerakkan hati ini untuk amanah atas petunjukkMU tersebut.

rencanaku sudah kutulis dalam agenda, lantas apa rencanaMU buatku Tuhan. dengan sedikit berdebar kunantikan pelajaran hari ini lengkap dengan ujian serta kunci jawabannya.mudah-mudahan aku bisa lulus hari ini.

sekali lagi terima kasih Tuhan, senang berkenalan denganMU. semoga hari ini dan esok aku masih bisa merasakan nikmatnya bercengkerama dengan kebesaranMU.

kutunggu kejutan selanjutnya....

sembah sujudku.....

satu sujud buat syukur serta satu buat ampun....

RINDUKU SELALU TUHAN

20-12-05

pagi mendung pkl: 08.12 WIB

memoar 7 Desember 2005

buah tangan dari rumah

Banyak hal yang kupelajari dari perjalananku pulang ke rumah, sampai di rumah pun banyak hikmah yang dipetik. Tapi saking banyaknya memori otak ini sedikit repot untuk mengingat-ingatnya walau dengan keras sekalipun. Hanya hikmah yang paling berkesan yang dapat ditangkap jelas. Paling penting dari segalanya adalah membina keluarga. Memang betul kata Rasulullah menikah atau berumah tangga adalah menyempurnakan setengah agama,. Bagaimana tidak, energi yang dibutuhkan didalam sana luar biasa. Hal-hal baru ditemukan dalam membangun rumah tangga, belum lagi perbedaan yang kontras yang sedikit banyak mempengaruhi atmosfir dalam rumah tangga. Budaya dan tradisi yang berbeda juga bagian yang urgen dalam mengayuh biduk rumah tangga. Namun apapun bentuk perbedaan yang ada dan muncul dalam perjalanan dua anak manusia dalam lembaga pernikahan, cuma satu kuncinya KOMUNIKASI. Walau terkesan sudah tak asing lagi, banyak hal menjadi masalah dan menjadi bahan perselisihan hanya karena kurang komunikasi. Masalah komunikasi baik dalam rumah tangga ataupun semua aspek kehidupan sifatnya sangat vital dan paling mendasar, entah bagaimanapun bentuk dan caranya. Komunikasi tergantung pada pelakunya, atau bisa jadi kesepakatan dari kedua pihak yang akan berkomunikasi tersebut. Karena bagaimanpun baiknya niat dalam hati atau pesan dalam otak kalau cara dan bentuk apalagi waktu yang dipilih dalam berkomunikasi salah atau kurang pantas maka buyarlah semua urusan. Terkadang cara yang dianggap sudah cukup baik malah ternyata membuat masalah semakin runyam. Disaat itulah alternatif cara atau media digunakan untuk berkomunikasi. Misalnya saja ketika bahasa verbal cukup membuat masalah semakin sensitif, maka bahasa tulis bisa menjadi alternatif.

Sebenarnya kesalahan atau perselisihan sangat tidak bisa dihindarkan, hanya saja yang paling penting adalah semangat memperbaiki. Semangat membangun bagi pasangan dalam menjalani hidup ini. Terlebih lagi upaya membuka diri untuk mengakui dan menyadari kesalahan juga hal yang sangat penting untuk diperhatikan yang terkadang hal inilah yang membuat seseorang sulit memperbaiki kesalahan yang diperbuat. Termasuk hal yang paling krusial untuk diperhatikan adalah cara menyampaikan kritik atau saran. Untuk yang satu ini, bisa jadi orang yang dikritik menjadi tersinggung hanya karena kita kurang bijak menyampaikannya, apalagi waktu menyampaikannya tidak pas dengan kondisi hati orang tersebut, maka bisa jadi yang ada hanya pertengkaran dan sakit hati. Butuh keterampilan bahkan usaha yang keras memang untuk mengatasi kondisi dan situasi semacam ini. Namun bagaimanapun kondisi komunikasi yang terbangun dalam rumah tangga tersebut, semuanya bisa diatasi dengan kesepakatan antara suami istri atau anggota keluarga. Berbeda boleh saja, lumrah bahkan berkah kata Rasul, namun semuanya bisa diambil benang merahnya bila semua pihak bersepakat jalan mana atau cara apa yang dipakai untuk menyelesaikan masalah. Saling terbuka adalah modal utama untuk melakukan komunikasi dan dasarnya adalah percaya, karena bila kita tidak percaya dengan salah satu anggota keluarga atau suami kepada istri dan sebaliknya maka akan mustahil bisa saling terbuka. Sepanjang pengalaman saya, memang bila saya belum sepenuhnya percaya pada seseorang misalnya, maka saya akan susah sekali terbuka atau jujur tentang masalah saya yang sebenarnya. Faktornya mungkin banyak sekali, bisa jadi saya melihat orang itu tidak amanah apalagi menyangkut aib, orang itu tidak mengerti kondisi saya dan banyak lagi. Makanya betul kata pepatah bahwa membangun kepercayaan orang lain adalah hal yang paling sulit. Katakanlah kita sudah saling mengenal, ternyata hal itu pun belum menjamin rasa kepercayaan kita terhadap orang itu. Tapi semuanya bisa diatasi sejauh kita masih punya semangat atau dorongan untuk memperbaikinya.

ahad pagi nan mendung.

memoar 17-Juli-2005

Beberapa hari yang lalu saya dipertemukan dengan seorang wanita muda yang saya taksir seusia dengan saya. Aneh sekali, saya berkenalan dengannya lewat internet. Kami chatting dan ia mengatakan bahwa ia tertarik bahkan menggeluti dunia tulis menulis. Ia sedikit bertanya tentang menulis dan bagaimana mengirim karya ke penerbitan. Mungkin karena saya kuliah di jurnalistik jadi ia mengira bahwa saya punya pengalaman di dunia tulis menulis dan penerbitan. Padahal saya sudah bilang kalau saya belum pernah sama sekali mengirim tulisan atau semcamnya ke penerbitan. Jangankan ke penerbitan ke sebuah media saja saya belum pernah. Kemaren ia meminta tolong lewat email untuk mengirimkan karya ke sebuah penerbita di Yogya.

Saya makin heran, ia tak mau identitasnya diketahui, bahkan anehnya lagi ia malah mengizinkan kalau karya novel tersebut dikirim dan diterbitkan atas nama saya. Saya tentu tidak mau karena itu sama saja dengan berbohong pada diri sendiri. Tapi walaupun kita tidak saling kenal saya tetap saja mau berusaha membantunya tanpa ada motif apa-apa. Karena itu beberapa hari yang lalu kita membuat janji untuk bertemu. Ia memutuskan untuk mendatangi saya di kos.

Setelah bertemu tetap saja seperti saat kami chatting ia merahasiakan siapa dirinya, asal-usul atau cerita tentang hidupnya.
Malah ia meminta saya untuk mengambil naskah novelnya kepada teman lelakinya yang sama sekali tidak saya kenal. Ia mengaku tidak mau bertemu dulu, maka sayalah yang diutus bertemu di depan pusat perbelanjaan.

Dengan kriteria yang ia sebutkan saya menunggu orang tersebut selama satu jam. Saya menunggu dan tak kunjung datang orang yang dimaksud. Padahal saya ada tugas satu jam lagi, maka saya memutuskan untuk pulang saja. Tak ada firasat apa-apa dalam benak ini. Walau saya tidak kenal sama sekali, saya tetap saja membiarkan diri terlibat dalam episode kali ini. Teman-teman kos saya saja merasa aneh akan cerita ini. Bahkan berburuk sangka. Apalagi saya dititipkan sesuatu untuk diberikan kepada lelaki itu.

Malam harinya saya pun ditelepon oleh lelaki itu menanyakan alamat saya alasannya ia akan datang mengantarkan naskah novel yang sudah di printkannya buat gadis yang mengaku bernama Re itu. Kami pun bertemu, namun naskah tak dibawa malah kami bercerita tentang internet. Esoknya Re itu menghubungi saya. Ia menanyakan naskah tersebut, ya jelas saja tidak ada karena masih dibawa oleh temannya tersebut. Barulah Sabtu malam lelaki itu mengantarkan naskah tersebut ke tempat kerja saya. Lantas esok paginya saya menerima dan selintas membacanya.

Seperti biasanya saya chatting dengan Re. Saya pun memaksanya untuk mengaku siapa dia sebenarnya. Tentu saja saya penasaran karena setelah sekilas saya membca novelnya, luar biasa sekali. Tampaknya wanita ini sudah bukan sekali dua kali menulis sebuah karya tulis. Ia jauh lebih berpengalaman, berbakat dan punya kelebihan yang belum saja tampak ke permukaan. Ia tetap saja tak mau mengaku, malah ia mengirimkan email yang berisi sekilas tentang dia yang masih saya tersirat maknanya. ah...saya tak mau ambil pusing sebenarnya, biarlah siapa dia atau darimana asalnya, siapa keluarganya sata tak peduli. Saya hanya masih penasaran dengan teka-teki pertemuan kami yang sudah di setting Allah nan Agung. Saya sepertinya sedang diajarkan sesuatu oleh Sang Guru Hakikat. Saya seperti harus mengambil sesuatu dari pertemuan singkat saya dengan seorang Re. Entah kenapa pula beberapa hari ini saya bertemu dengan sosok yang tidak disangka-sangka dengan dunia menulis.

Saya masih takjub dengan skenario Tuhan yang serba misteri ini. Saya seperti diperlihatkan dengan kenyataan bahwa pernyataan semakin berisi semakin merunduk atau betapa kita tidak boleh pongah dengan apapun yang diberi pada kita. Malah saya sempat berfikir bahwa inilah saatnya saya untuk berteman dengan sesorang tanpa harus melihat masa lalunya. Saya harus menerapkan prinsip yang saya pegang teguh diam-diam bahwa jangan melihat seseorang dari kemasan atau penampilan luarnya. Istilah kerennya Don´t judge the book from it´s cover.

Apalagi seperti kasus saat ini saya sama sekali tidak tau asal usulnya. Apa mungkin juga begitulah seharunya bersahabat. Tak perlu tau siapa dia. Kita hanya berteman dengan keyakinan bahwa dia memang dipertemukan dengan kita dan menjalani cerita bersamanya ke depan bukan kebelakang.

Saya seperti ditantang dengan konsep berteman lainnya. Mulai dari berteman dekat layaknya saudara sendiri bahkan saling memiliki. Namun kali ini saya dihadapkan pada kenyataan lain. Saya seperti diajarkan tentang sifat tawadhu yang sebenarnya. Sikap hidup yang tak harus orang lain tahu tentang kelebihan ataupun kehebatn kita karena semuanya milik Tuhan. Saya diharuskan untuk belajar lagi dengan siapapu itu tanpa harus melihat siapa dia sebenarnya.

Saya juga ditantang untuk jadi orang yang dipercaya atau diberi kepercayaan tanpa memandang siapa yang memberi kepercayaan. Saya seperti dipaksa untuk membuka topeng, menanggalkan kepura-puraan, dan menelanjangi kebohongan-kebohongan manis yang lebih tepatnya sebuah kemunafikan.

Saya lantas malu pada diri sendiri. Saya menjadi semakin kecil dihadapan Sang Maha Besar. Saya bukan apa-apa dan siapa-siapa. Begitulah ternyata saya diberi Tuhan contoh nyata tentang pernyataan yang selalu keluar dari bibir qalbu saya. Karena ternyata kata-kata itu juga keluar dari mulut seorang Re yang masih tetap menjadi misteri buat saya. Tak perlu menonjolkan diri dan kata orang bijak orang yang beradab adalah orang yang tidak banyak bercerita tentang dirinya. Mungkin itu yang perlu saya camkan dalam hidup ini. Karena memang 3 tahun belakangan ini saya selalu dipertemukan dengan orang-orang yang tawadhu akan kelebihannya. Diam emas yang menyimpan banyak mutiara di dasar dirinya. Itulah yang saya sangat butuhkan. Saya benar-benar ingin seperti itu. Orang yang menyimpan cerita kehebatannya dan tampak tidak tau apa-apa. Padahal ia orang yang ahli di dunia yang ia geluti. Disepelekan orang lain karena penampilannya tak meyakinkan padahal ialah orang yang dicari. Tuhan, memang harus saya bersyukur atas jalan cerita yang kau pilihkan untuk diri ini. Tapi saya selalu butuh pertolonganMu untuk memecahkan teka-teki berikutnya. Semoga aku lulus untuk ujian berikutnya agar dapat aku memetik hikmah dari setiap kejadian sehingga hamba bersyukur atasNya.

memoar 10-07-05

Entah kenapa saat ini ketika aku melihat wajahku di cermin, aku merasa jijik. Tiba-tiba aku ingin marah. Wajah ini jelek sekali rupanya. Aku muak. Apa aku sedang memaki Tuhan? Tidak......aku cuma luka melihat wajah ini. Ada semburat bau busuk dari sana yang selama ini selalu kusimpan rapat-rapat. Apa aku tidak bersyukur? Tidak... justru aku bersyukur wajah jelek ini masih Tuhan selamatkan dalam bentuk lain. Pantang menyesal...karena hanya menambah luka dihati. Wajah ini tidak jujur. Wajah ini banyak kebohongan. Kotor sarat dosa dan nista. Andai bisa wajah ini kukuliti. Maka detik ini hanya tinggal kepala tanpa wajah.

Wajah ini penuh luka bertahun.....berkudis dan borok penuh nanah yang tak kunjung sembuh.

Wajah ini munafik.....wajah ini mengecewakan. Benar-benar aku jijik dibuatnya. Tapi haruskah anggota tubuh lain menolak keberadaannya? Padahal wajah ini perwakilan dari anggota tubuh lainnya. Berarti sama hinanya??? apa yang hrus kubuat Tuhan. Rasanya aku sendiri ingin meludahinya. Apa jangan-jangan Engkau juga??? Bukan..bukan aku memaki mahakaryaMu. Tapi justru aku telah mencacatkannya dengan kedua tanganku ini. Bagaimana aku nanti mengembalikanNya??? ketika Kau memeriksa kelengkapan dan keindahannya. Karena yang tertinggal cuma noda-noda hitam di wajah yang hampir menutupi seluruh wajah.

Ya Robbi....air apa yang bisa membasuhnya hingga suci? Aku malu......ingin kusembunyikan tapi dimana???

senyum ini lebih mirip iblis. Tatapan ini tenang menenggelamkan. Menyesatkan. Seakan-akan energi negatif didalamnya yang sewaktu-waktu bisa menghancurkanku sendiri.

Ya Rahman......ulurkan tali pertolonganMu, biar aku bisa keluar dari kemelut ini dengan selamat. Mudah-mudah semuanya belum terlambat!!!!!!!!!!!

AKU TAKUT

memoar 07-07-05

Kejadian itu terulang kembali lagi hari ini. Ya,...kalau sudah begini memang aku yang harus dipersalahkan. Kembali lagi aku terbuai dalam kelemahan, dalam ketidakberdayaan untuk mengatakan ¨tidak¨. Kalau dibilang pasrah mungkin terlalu berlebihan. Tapi semalaman sudah kupikirkan walaupun hasilnya sama saja, mengecewakan. Kalau mengatakan, aku cuma manusia biasa terlalu picik jadinya, seolah-olah aku memang enggan berusaha sekuat tenaga untuk keluar dari kemelut yang hampir sering terjadi. Kepada Sang Khalik aku cuma berbisik lirih.... Tuhan keterlanjurbasahan ini sudah kurencanakan. Sebentar tadi aku jadi budak. Tuhan...... mau tidak mau aku terima kekalahan ini.

Entah kenapa aku sedikit yakin tuhan sepertinya geleng-geleng kepala. Dia paham betul aku ini tipe manusia gombal, manusia ¨ada maunya¨. Kenapa fungsi otakku bekerja setelah kejadian itu berlalu. Semburat penyesalan sempat terasa walau cuma sekejap. Untuk apa pasrah? Itu kalimat yang pantas saat ini kalau ternyata memang secuil keinginan dalam hati agar semuanya terjadi. Aku lelah sebenarnya. Aku sedikit jenuh memerankan si Pendosa. Aku datang dari perjalanan jauh dengan gaun pesta lusuh dalam perjamuan pengampunan dosa.

Tuhan...benar memang, sudah kubuktikan kalau ternyata cintaku padaMu cuma secuil, tak ada apa-apanya. Tak sebanding dengan apapun yang berharga di dunia ini. Aku lebih suka memilih yang bukan Kau pilihkan untukku. Bagaimana jadinya Tuhan? Apa hasil dari ujianku kali ini? Siksa apa yang akan Kau pilihkan untuk sangsiku kali ini? Atau.....jangan-jangan malah Kau tak peduli lagi??? Ampun....... beribu-ribu ampun, hamba mohon walau telah Kau ambil semuanya dariku. Apa tak pantas lagi aku disisakan cintaMu. Apa...Kau...telah jenuh juga memperkerjakanku di muka bumiMu ini?

ya..... walaupun Kau telah abadikan Rabb, dalam ayatMu sebuah janji bahwa demi waktu sepenggalah naik, Tuhanmu tidak membencimu dan tidak pula meninggalkanmu, tapi aku terlanjur dihantui rasa takut Rabb, aku terkadang hanya bisa khawatir. Apa mungkin karna aku belum begitu yakin? Rabb, segera turunkan bantuan. Aku mohon dan mengiba wakafkan kembali cahayaMu nan suci. Ya aziz Kaulah yang memiliki Kuasa. La haula wala quwwata illa billah.

Ampun....Ya ALLAH. Luruskanlah jalan hamba. Bimbing hamba kembali menuju pangkuanMu, walau hamba harus jatuh bangun.

Thursday, December 07, 2006

segumpal asa

semoga tiupan terompet
tahun baru itu
dapat memberi warna baru
dalam setiap alunan perjalanan waktu

semoga dari tiupan terompet
tahun baru itu
akan ada asa & gairah baru
untuk diri

semoga dari tiupan terompet
tahun baru itu
akan ada sebuah pertanda
bahwa Tuhan masih
berbaik hati memberi waktu

semoga tiupan terompet tahun baru itu
membuat segalanya menjelma
menjadi baru dari yang lalu

hanya saja
tiupan terompet tahun baru itu
mengingatkan pada tiupan sangkakala
pertanda segala
sudah berakhir
dan berlalu.

31 januari 2006
pkl : 19.00 WIB




sajak akhir tahun

untunglah hari ini
pena masih mengalir
otak belum lagi mandeg
walau hati gusar & gelisah

untunglah hari ini
pena enggan mencoret
sketsa masa lalu
yang mampu memburamkan
arah petualangan

untunglah hari ini
pena mau membuncahkan
isak tangis
beban derita
dalam genangan kata-kata
yang mamapu
mengobati luka
mengurangi kepedihan hati

untunglah hari ini
mata pena tetap runcing
menusukkan kata dalam hati
agar hati-hati memadu hati
tetap lihai menari-nari
dalam secarik bait
patuh pada garis-garis tangan
yang digores Tuhan waktu lalu

untunglah hari ini
pena tetap setia
mengiringi nasib
menuliskan takdir
berkisah abadi dalam kitab mahaKarya

untunglah hari ini
pena masih mengukir
garis agar aku sampai
pada hati para sahabat

untunglah hari ini
pena tetap
memesankan waktu
biar diri
mengecap waktu
lebih baik

untunglah
pena & tinta
belum lelah
menemani
kesendirian
kelelahan
kesahajaan
penderitaan
kesedihan
kebahagiaan
tapi tidak untuk
airmata

kamis, 29 Desember 2005
pkl : 08.10
RESAH

Tuhan...
P******* dengan wujud dan rupa
yang penting aku men******MU
lebih dari apapun
terserah bagimana paras
kekasihMU
sang manusia mulia
nur diatas nur
yang pasti aku merindukannya
***** buta kata mereka
tapi apa salah
bukankah lebih baik daripada tidak

tambah pula Kau lihatkan
kuasaMU pada dunia
aku tampak kerdil
jiwaku ciut
ragaku bukan apa-apa

diam-diam dalam hati tak pernah
takut & malu
padaMU
padahal dari dulu aku berikrar ***** padaMU

aku malu pada waliMU
pada nabiMU
yang Kau janjikan
jutaan kebaikan
tapi sanggup berkorban
segenap jiwa raga
sedang diri sedikit pun
enggan memberi

aku lantas hina seketika
saat Bapak segala Nabi
mempersembahkan kebahagiaan
sepenuhnya untukMU
sedang aku masih menghitung
'cuma ini yang aku punya'

berkali-kali aku jatuh
namun enggan bangkit
pun telah Kau beri
cobaan manis
lantas bisa kuhanyut
dan berpaling

Tuhan
guncang kembali nuraniku
pinjam kembali cahayaMU
wakafkan lagi secercah
hidayah
agar jalan tetap tegak
agar hati tetap kukuh
agar aku bisa
menyaksikan
bahwa tidak ada Ilah selain Engkau
dan Muhammad nan mulia
adalah kekasihMu tercinta
agar aku bisa
pulang dengan tenang
membawa bekal dan
kesaksian

ahad-senin
15-16 Januari 2006
pkl : 08.40 WIB
sebuah kenangan idul adha