Monday, May 26, 2008

Travelling bersama ScreenDocs!!!

"itu cuma eksploitasi kemiskinan" kata si mas Yus mengomentari soal sederetan film dokumenter yang kulahap selama tiga hari berturut2 di acara screenDocs kemaren. sambil menyeruput kopi setengah anget yang mendekati dingin itu, kami sempatkan ngobrol2 singkat. apalagi film yang barusan ditayangkan adalah film terakhir sejak 21-23 mei.

kebetulan film terakhir yang judulnya 'cresent moon over the sea' itu tentang kehidupan masyarakat di pulau Sumbawa. si mas yus yang merasa ada kedeketan secara geografis dan psikis berpendapat kalo beberapa kisah yang diangkat terkadang suatu hal yang berlebihan dalam artian bahwa kehidupan masayarakat disana memang begitu kebiasaannya bukan mutlak produk dari istilah yang akhir2 ini sering disebutkan yaitu 'kemiskinan'.

menurutmu?.....kalo aku ya mas...melihat semua kenyataan yang diangkat dalam film itu sebuah realitas yang bukan mengharapkan keuntungan tapi melainkan mengharapkan empati dari yang menonton lebih tepatnya anak-anak muda. efek selanjutnya yang diharapkan adalah efek behavioral, sikap, prilaku ato apalah namanya. berbuat sesuatu yang berharga lebih tepatnya. yang sederhana saja tapi bermanfaat. film tidak lagi hanya produk artistik, seni dan hiburan. tapi lebih menonjolkan fungsi komunikasi massanya yang bisa mengontrol sosial bahkan dengan kekuatannya mampu menggiring orang2 untuk berbuat.
agar Indonesia tidak terlalu lama menghibur diri hingga kenyataan sering diabaikan. agar para pembuat film Indonesia tidak 'hollywood minded' yang berjuang mati2an agar dalam film mereka adegan ciuman itu wajib hukumannya. biar gak selalu pengen keren kayak film barat yang walopun film dari hollywood yang bagus tidak selamanya seperti itu.
biar film indonesia tidak melulu hanya mengatasnamakan realitas yang terkadang hanya bisa ditemui di Jakarta saja. biar film Indonesia tidak hanya berisi ketidak wajaran, yang GAk indonesia banget, yang jenis film India ato pun film Barat. biar para penonton film gak terjebak pada cinderalla story kayak kata pak Sultan tempo hari.

mungkin maksud si mas yus agar jangan sekedar meratap dan kasian saja. lantas diberi sesuatu hingga makin terjerumus dalam kemiskinan ato kemalasan. setuju saja !!!

tapi bagi saya.... rentetan kisah yang diangkat dalam beberapa film tersebut membuat hati saya terhujam belati. ada yang membuat gerimis di hati ini. sebut saja film 'water from heaven', yang ceritanya tentang anak-anak kecil yang bersusah payah menyebrangi sungai sambil satu tangan mengangkat baju sekolah agar tidak basah. atau film 'paggoyang cadia' yang bercerita tentang anak kecil di makassar yang mencari nafkah diusia 14 tahun dengan mengayuh becak. dan banyak lagi. Di bagian lain dalam hati ini terbesit rasa syukur bahwa saya masih jauh..jauh...lebih beruntung dari para tokoh film tersebut.
masa kecil saya tak perlu terbagi dua antara bermain dan bekerja. rezeki yang mengalir ke tubuh ini begitu cukup bahkan berlebih.

airmata saja bahkan sudah habis oleh dendam yang tak beralasan ini. sudah separah itu bangsa yang katanya negeri amat kaya. sudah sekejam itu negeri yang katanya amat indah ini.
ahhh bangsa ini sudah terlanjur sakit...sudah parah. wacana, realitas sudah banyak di uapkan kepermukaan. tapi belum ada satu pun yang mampu diselesaikan.

satu sisi sekumpulan manusia-manusia yang disebut rakyat itu mengais2 makan, mengais2 yang katanya hak mereka dalam undang2 negara ini, di sisi lain para petinggi dan kelompok konglomerat membuang, mengeruk duit yang bukan haknya. menjual satu persatu kekayaan bangsa ini bahkan menjual saudara2nya sendiri pada pihak yang terlalu kuat untuk membeli segalanya. seperti yang dikisahkan di film 'gubuk reot di atas minyak internasional' bahwa diatas sumber minyak yang sudah diserahkan pada pihak asing itu masih banyak penderitaan diatasnya. sekolahnya rusak parah, masyarakatnya masih curi-curi ngambil minyak yang sebenarnya menjadi hak mereka juga.
pantas saja sisa2 rasa manusiawi itu mendadak berkembang menajdi embrio kebinatangan untuk mendapatkan apa saja dalam situasi seperti ini.

tapi diakhir sesi obrolan kita di angkringan, kita sepakat kalo empati tadi harus berakhir pada sebuah tindakan yang manfaat. mungkin tidak hari ini, tapi semoga besok bisa. semoga 3 hari ini akan terpatri untuk selamanya. ehem.... btw nasi goreng yang dilibas sampe licin ini juga bercerita banyak tentang sesuatu yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

2 comments:

Jus goMbal-gaMbul said...

setuju ga setuju sama eja justin...
disatu sisi itu mungkin eksploitasi kemiskinan, tapi mungkin dibalik eksploitasi itu ada tujuan yang ingin disampaikan oleh pembuat film bahwa dibalik kemewahan yang dinikmati oleh orong2 disana, masih banyak pula orang yang masih sengsara dengan keadaan ekonominya
tapi whatever lah, pokoknya ada film untuk dinikmati, dan selama karyanya tidak menyinggung SARA da SARU, biarkan mereka berkarya....

DhaRma Lubis said...

yoha setuju banget pada duhai kau lukisan jiwa. selama film digunakan untuk membesut sebuah realita yang tidak melulu menjijikkan maka akan sah-sah saja hukumnya. hidup film Indonesia yang non holywood minded ato pun bolywood minded...